Aku tidak perlu mereview filmnya, silakan baca sendiri di tautan ini atau sebaiknya anda menontonnya sendiri : review1 review2 review3, dan masih banyak lagi di google
Berkali-kali aku harus menangis melihat adegan dan nilai-nilai yang ditampilkan di film ini. Sedih melihat kenyataan yang mungkin memang terekspresikan di film ini. Ingat ketika masih kecil waktu SD dan SMP aku ikut kegiatan Pramuka yang akhirnya sangat mempengaruhi karakterku sendiri. Bagaimana diajarkan sejarah perjuangan bangsa, kesenian asli Indonesia, lagu-lagu perjuangan, makanan khas indonesia, semua terkumpul menjadi satu... bangga sebagai bangsa Indonesia. Teringat saat bersorak sorai menyoraki Timnas Sepakbola Indonesia, apapun hasilnya, kalah atau menang, tetap kesebelasan kebanggaanku. Gegap gempita bersorak untuk pemain bulutangkis ataupun team bulutangkis yang dahulu sangat gagah perkasa. Ikut menyanyikan lagu Indonesia Raya saat pemain Indonesia menang pada Sea Games ataupun Asian Games. Bahkan sambil menulis inipun aku tetap berlinang airmata mengingat semua itu.
Yang kulihat di film itu masih sebagian kecil kenyataan yang ada, di daerah perbatasan dengan Malaysia, sebuah negara dan bangsa yang seringkali membuat kita harus menahan marah dan gemas. Masyarakat disana yang miskin, melihat perhatian dari negaranya yang sangat kurang tapi tetangganya di sebelah negara lain hidup dengan baik. Bahkan mereka menjual hasil bumi dan hasil kerja keras ke negara Malaysia dengan mata uang Ringgit. Mereka hanya mengenal mata uang asing itu dibanding Rupiah, dan dengan mata uang itulah mereka bisa mencukupi kehidupan sehari-hari. Bahkan banyak yg pindah ke Malaysia supaya bisa hidup lebih baik. Inilah keterpaksaan yang terjadi pada mereka, kita tidak bisa menyalahkan. Hidup lebih baik dan sejahtera memang menjadi harapan semua orang termasuk mereka yg tinggal di perbatasan dan hal ini tidak didapatkan negeri mereka sendiri, ini tidak bisa dipungkiri!! Hanya untuk melihat dan menikmati fasilitas negara sendiri sangat jauh dan sangat mahal. Realita ini lah yang memakan nasionalisme..... orang bilang tanah kita tanah surga... surga untuk siapa??
Nasionalisme akan tumbuh bila ditanamkan sejak dini. Pengenalan terhadap sejarah bangsa, perjuangan pahlawan, lagu nasional dan pelajaran kebangsaan lainnya sangat mempengaruhi nasionalisme. Di film ini anak-anak sama sekali tidak tahu hal-hal tersebut. Bahkan yang membuat miris dan menangis adalah saat anak-anak SD diminta menunjukkan gambar bendera merah putih... Masya Allah. Bahkan merekapun tidak bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya ... Kenyataan kah?? Inilah yang hilang saat ini. Memang pendidikan Nasionalisme adalah duniawi, tetapi menurut saya tetap penting, selain pentingnya pendidikan Agama. Pendidikan tentang kebangsaan dan kenegaraan pun juga penting dalam membentuk karakter seorang anak untuk peduli terhadap kondisi bangsa dan negara, kecintaan terhadap tanah airnya, sehingga menumbuhkan keinginan untuk membuat bangsa dan negara kita ini lebih maju, lebih baik dan lebih sejahtera.
Lebih miris dan sedih lagi saat melihat bendera negara kita, yang meskipun hanya sebuah kain berwarna merah dan putih dijadikan alas dagangan dan bungkus oleh seorang pedagang berwarganegara malaysia. Sebuah hantaman keras yang tentunya membuat marah bagi orang-orang yang sangat mencintai negara dan bangsa ini, tetapi tidak bagi orang-orang yang tidak kenal nasionalisme. Ingat pelajaran sejarah tentang Sang Saka Merah Putih yang dibuat oleh Ibu Negara kita dengan dijahit tangan selama satu malam penuh. Ingat ketika peristiwa hotel oranye di surabaya saat penyobekan bendera belanda yang berlumuran darah. Ingat saat peristiwa mempertahankan bendera Merah Putih di Timor Timur.
Nasionalisme lah yang membuat Salman akhirnya menukar kain sarung yang baru dibelinya untuk sang kakek Hasyim dengan bendera merah putih yang dijadikan bungkus dagangan oleh seorang warganegara malaysia tersebut. Kemudian dibawa berlari menuju Negara Indonesia melewati perbatasan Indonesia-Malaysia. Terus terang saya betul-betul menangis melihat adegan ini yang diringi lagu "Tanah Air" (ibu Sud). Dulu saya pun oleh Bapak dan di Pramuka diajarkan untuk menghormati bendera merah putih bahkan saat upacara bendera ini tidak boleh menyentuh tanah sama sekali, dilipat dengan hati-hati dan disimpan dengan baik. Apakah kita semua saat ini masih mempunyai nilai nasionalisme seperti itu??? Saat peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2012 lalu, saya melihat banyak sekali rumah-rumah yang tidak mengibarkan bendera Merah Putih, apakah hanya sekedar menaikkan bendera merah putih sudah sangat berat bagi Bangsa kita ini? Apakah bendera merah putih sekarang hanya jadi sejarah dan barang kuno??
Adegan terakhir yang betul-betul menyentuh adalah saat Sakaratul Maut kakek Hasyim, (mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia pada tahun 1965 yang melanglang jauh ke utara meninggalkan Pulau Jawa menuju perbatasan Indonesia dan Malaysia di sebuah perkampungan terpencil yang terbelakang di Kalimantan Barat) terjadi saat diantar menuju ke rumah sakit yang sangat jauh dan hanya bisa ditempuh dengan perahu mesin kecil, yang kemudian mesinnya mati dan harus di dayung. Di tengah danau dalam keadaan gelap dan mendung, ditemani sang dokter, ibu guru, Salman dan tukang perahu, meregang nyawa dan memberi pesan untuk Salman, cucunya “Apapun yang terjadi, jangan sampai kamu kehilangan rasa cinta pada negeri ini.” Pada saat yang sama, ketika Salman menelpon ayahnya Haris yang tinggal di Malaysia, untuk mengabarkan kakeknya meninggal, Haris sedang bersorak-sorai karena Timnas sepakbola malaysia mengalahkan Timnas sepakbola indonesia pada piala AFF lalu. Salman menangis tersedu sambil berkata "ayah pulanglah... ayah pulanglah... kakek yah.. kakek yah" dan Haris menjawab sambil tertawa-tawa" tenanglah kamu... tenang ... nanti aku jemput ...malaysia menang".
Maaf saya tidak promosi tentang Film ini, tapi saya setuju dengan Deddy Miswar.
Semoga catatan ini bermanfaat. (Doddy Wiratmoko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar